Lamadukelleng
itu dia adalah seorang laki-laki yang hidup di sebuah negeri di daerah
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia. Saat masih bayi, ia dibuang oleh
bibinya ke Sungai Jeneberang. Mengapa Lamadukelleng dibuang ke sungai? Dapatkah
ia bertemu kembali dengan kedua orangtuanya? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam
cerita Lamadukelleng berikut ini.
Alkisah, di sebuah negeri di daerah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, hidup seorang raja muda yang arif dan bijaksana. Raja tersebut sangat perhatian terhadap kehidupan rakyatnya. Ia seringkali berjalan-jalan ke pelosok-pelosok desa untuk melihat langsung keadaan rakyatnya dengan menyamar sebagai rakyat biasa. Pada suatu malam, sang Raja berjalan-jalan di sebuah perkampungan yang terletak di sekitar sungai Jeneberang. Ketika berada di perkampungan itu, tanpa sengaja, ia mendengar percakapan dua gadis miskin kakak-beradik yang cantik jelita. “Kak, siapakah nanti yang ingin engkau jadikan suamimu?” tanya sang Adik.“Aku ingin bersuamikan tukang masak Raja,” jawab sang Kakak.
“Kenapa, Kak?” sang Adik kembali bertanya.“Kalau bersuamikan tukang masak Raja, kita tidak pernah merasa kelaparan lagi seperti ini,” jawab sang Kakak.“Kalau kamu, siapakah yang engkau inginkan jadi suamimu?” sang Kakak balik bertanya.“Kalau aku, ingin menjadi istri Raja,” jawab sang Adik.“Wah, tinggi sekali angan-anganmu, Dik!” ucap sang Kakak.“Iya, Kak! Aku ingin jadi penguasa negeri ini,” imbuh sang Adik.Beberapa saat kemudian, keduanya pun tertawa mendengar jawaban masing-masing. Sementara itu, sang Raja yang mendengar percakapan mereka pun tersenyum, sang Raja seraya berlalu dari tempat itu.
Alkisah, di sebuah negeri di daerah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, hidup seorang raja muda yang arif dan bijaksana. Raja tersebut sangat perhatian terhadap kehidupan rakyatnya. Ia seringkali berjalan-jalan ke pelosok-pelosok desa untuk melihat langsung keadaan rakyatnya dengan menyamar sebagai rakyat biasa. Pada suatu malam, sang Raja berjalan-jalan di sebuah perkampungan yang terletak di sekitar sungai Jeneberang. Ketika berada di perkampungan itu, tanpa sengaja, ia mendengar percakapan dua gadis miskin kakak-beradik yang cantik jelita. “Kak, siapakah nanti yang ingin engkau jadikan suamimu?” tanya sang Adik.“Aku ingin bersuamikan tukang masak Raja,” jawab sang Kakak.
“Kenapa, Kak?” sang Adik kembali bertanya.“Kalau bersuamikan tukang masak Raja, kita tidak pernah merasa kelaparan lagi seperti ini,” jawab sang Kakak.“Kalau kamu, siapakah yang engkau inginkan jadi suamimu?” sang Kakak balik bertanya.“Kalau aku, ingin menjadi istri Raja,” jawab sang Adik.“Wah, tinggi sekali angan-anganmu, Dik!” ucap sang Kakak.“Iya, Kak! Aku ingin jadi penguasa negeri ini,” imbuh sang Adik.Beberapa saat kemudian, keduanya pun tertawa mendengar jawaban masing-masing. Sementara itu, sang Raja yang mendengar percakapan mereka pun tersenyum, sang Raja seraya berlalu dari tempat itu.
Keesokan
harinya, Sang Raja mengutus beberapa orang pengawal istana untuk memanggil
kedua gadis miskin tersebut untuk menghadap kepadanya. Di sepanjang perjalanan,
hati keduanya terus diselimuti oleh perasaan cemas.“Jangan-jangan Raja
mengetahui percakapan kami semalam,” pikir mereka.Sesampainya di istana,
keduanya pun langsung memberi hormat kepada sang Raja .“Aku sempat mendengar
percakapan kalian semalam. Benarkah yang kalian katakan itu?” sang Raja bertanya.Mendengar
pertanyaan Raja, kedua gadis itu pun semakin ketakutan. Mereka takut berterus
terang kepada Raja. Mereka hanya saling melirik. Oleh karena didesak oleh Raja,
akhirnya kedua gadis itu bercerita bahwa sang Kakak hendak bersuamikan tukang masak
Raja, sedangkan sang Adik ingin bersuamikan Raja. San Raja pun mengabulkan
keinginan mereka. Mendengar pernyataan sang Raja, kedua gadis yang semula takut
berubah menjadi gembira dan bahagia. Seminggu kemudian, pesta perkawinan mereka
pun dilangsungkan. Sang Kakak menikah dengan tukang masak Raja, sedangkan sang
Adik menikah dengan Raja. Namun, dalam hati sang Kakak terselip perasaan
menyesal dan iri hati kepada adiknya yang bersuamikan Raja, sementara ia
sendiri hanya bersuamikan tukang masak.Setahun kemudian, sang Adik melahirkan
seorang bayi laki-laki yang tampan. Namun, sebelum sang Adik sempat melihat
bayinya karena pingsan saat melahirkan, sang Kakak yang membantu persalinannya
menukar bayinya dengan seekor kucing dan segera membuang bayi itu ke Sungai
Jeneberang. Setelah itu, ia memerintahkan beberapa pengawal untuk
menyebarluaskan berita itu ke seluruh penghuni istana dan rakyat negeri bahwa
istri Raja melahirkan seekor kucing. Sang Raja yang mendengar berita buruk itu
pun menjadi malu dan murka kepada istrinya. Beberapa saat kemudian, sang
Permaisuri pun siuman. Para pengawal istana segera membopong tubuhnya yang
masih lemas itu ke penjara bawah tanah.
Sementara itu, bayi laki-laki yang
dibuang ke Sungai Jeneberang hanyut terbawa arus menuju ke arah hilir.
Kebetulan di daerah hilir ada seorang kakek sedang memancing ikan. Saat sedang
asyik memancing, tiba-tiba sebuah bungkusan melintas di dekatnya.“Hei,
bungkusan apa itu?” gumam nelayan itu. Rupanya, kakek itu tertarik melihat
bungkusan itu. Ia pun segera mengambil sebatang bambu dan menggait bungkusan
itu ke tepi sungai. Alangkah terkejutnya ia saat melihat seorang bayi mungil
tergolek di dalamnya.
Tanpa berpikir panjang, kakek itu pun segera membawa bayi itu ke rumahnya dan menyerahkannya kepada istrinya. Alangkah bahagianya mereka, karena telah mendapatkan bayi yang sudah lama mereka idam-idamkan. Sebab, sudah puluhan tahun mereka menikah, tapi belum dikaruniai seorang anak. Mereka pun merawat dan membesarkan bayi itu dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Ketika anak itu berumur belasan tahun, mereka pun membekalinya dengan berbagai pengetahuan, keterampilan berburu, serta ilmu bela diri. Mereka memberinya nama Lamadukelleng.Waktu terus berjalan. Lamadukelleng tumbuh menjadi pemuda yang tampan. Sang Kakek dan istrinya merasa bahwa kini saatnya mereka harus menceritakan asal usul Lamadukelleng. Pada suatu hari, ia pun menceritakan bahwa mereka sebenarnya bukanlah orangtua Lamadukelleng.
Tanpa berpikir panjang, kakek itu pun segera membawa bayi itu ke rumahnya dan menyerahkannya kepada istrinya. Alangkah bahagianya mereka, karena telah mendapatkan bayi yang sudah lama mereka idam-idamkan. Sebab, sudah puluhan tahun mereka menikah, tapi belum dikaruniai seorang anak. Mereka pun merawat dan membesarkan bayi itu dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Ketika anak itu berumur belasan tahun, mereka pun membekalinya dengan berbagai pengetahuan, keterampilan berburu, serta ilmu bela diri. Mereka memberinya nama Lamadukelleng.Waktu terus berjalan. Lamadukelleng tumbuh menjadi pemuda yang tampan. Sang Kakek dan istrinya merasa bahwa kini saatnya mereka harus menceritakan asal usul Lamadukelleng. Pada suatu hari, ia pun menceritakan bahwa mereka sebenarnya bukanlah orangtua Lamadukelleng.
Keesokan harinya,
Lamadukelleng pun bersiap-siap untuk berangkat hendak mencari orangtuanya.
Sebelum berangkat, si Kakek membekalinya dua buah benda pusaka.
Usai berpamitan, Lamadukelleng berangkat menuju ke arah hulu Sungai Jeneberang. Berhari-hari lamanya ia berjalan menyusuri tepian Sungai Jeneberang. Pada suatu malam, ia berhenti di suatu tempat untuk beristirahat. Setelah menemukan tempat berlindung dari dinginnya angin malam, ia pun merebahkan tubuhnya dan langsung tertidur lelap karena kelelahan. Pada malam itu, ia bermimpi didatangi orang tua yang mengaku sebagai leluhurnya.“Hai, Cucuku! Jika kamu berjalan naik ke arah gunung itu, kamu akan menemukan sebuah telaga yang terletak di lereng gunung. Mandilah di telaga itu dan celupkan keris dan permata pemberian orangtua asuhmu itu ke dalam air telaga. Dengan keris dan permata yang telah dilumuri air telaga itu, kamu dapat mengobati segala jenis penyakit,” pesan orang tua itu.Keesokan harinya, Lamadukelleng pun segera melaksanakan pesan orang tua itu. Ketika sampai di lereng gunung, ia pun menemukan sebuah telaga yang sangat jernih airnya. Usai beristirahat sejenak, Lamadukelleng pun mandi dan mencelupkan keris dan permatanya ke dalam air telaga. Ia berharap semoga dengan keris dan pusaka itu akan dapat menolong orang-orang yang membutuhkannya.
Usai berpamitan, Lamadukelleng berangkat menuju ke arah hulu Sungai Jeneberang. Berhari-hari lamanya ia berjalan menyusuri tepian Sungai Jeneberang. Pada suatu malam, ia berhenti di suatu tempat untuk beristirahat. Setelah menemukan tempat berlindung dari dinginnya angin malam, ia pun merebahkan tubuhnya dan langsung tertidur lelap karena kelelahan. Pada malam itu, ia bermimpi didatangi orang tua yang mengaku sebagai leluhurnya.“Hai, Cucuku! Jika kamu berjalan naik ke arah gunung itu, kamu akan menemukan sebuah telaga yang terletak di lereng gunung. Mandilah di telaga itu dan celupkan keris dan permata pemberian orangtua asuhmu itu ke dalam air telaga. Dengan keris dan permata yang telah dilumuri air telaga itu, kamu dapat mengobati segala jenis penyakit,” pesan orang tua itu.Keesokan harinya, Lamadukelleng pun segera melaksanakan pesan orang tua itu. Ketika sampai di lereng gunung, ia pun menemukan sebuah telaga yang sangat jernih airnya. Usai beristirahat sejenak, Lamadukelleng pun mandi dan mencelupkan keris dan permatanya ke dalam air telaga. Ia berharap semoga dengan keris dan pusaka itu akan dapat menolong orang-orang yang membutuhkannya.
Setelah itu, Lamadukelleng melanjutkan perjalanan menuju ke arah
gunung. Sebelum mencapai gunung itu, ia menemukan sebuah perkampungan yang
tanahnya subur, indah dan sejuk. Namun, ketika memasuki perkampungan itu, ia
melihat segerombolan perampok menyerbu dan merampas harta benda para warga. Lamadukelleng
yang melihat keadaan itu segera membantu para warga melawan perampok tersebut.
Dalam waktu sekejap, ia berhasil menghalau para perampok tersebut. Penduduk
sangat takjub melihat kesaktian Lamadukelleng.Ketika suasana mulai tenang,
Lamadukelleng segera menyuruh para warga untuk membawa korban ke tempat yang
aman. Setelah itu, ia pun mulai mengobati para warga yang terluka terkena
sabetan golok dan pedang. Dengan keris dan permata pusakanya, Lamadukelleng
berhasil mengobati mereka. Ia tinggal beberapa hari di kampung itu untuk
mengobati para warga yang sedang sakit. Berkat keris dan permata pusakanya, ia
berhasil menyembuhkan para warga dari berbagai macam penyakit yang menimpa
mereka. Sejak saat itu, Lamadukelleng pun terkenal sebagai ahli bela diri dan
pengobatan hingga ke berbagai penjuru negeri.
Pada suatu hari, berita tentang kesaktian Lamadukelleng itu pun sampai ke telinga Raja yang tinggal di wilayah pegunungan. Rupanya Raja itu tidak lain adalah ayah kandung Lamadukelleng. Ia sudah bertahun-tahun menderita penyakit lumpuh lantaran mengetahui istrinya melahirkan seekor kucing. Ia tidak bisa bangkit lagi dari tempat tidurnya.
Mendengar kabar tentang kehebatan seorang pemuda yang bernama Lamadukelleng, Raja pun memerintahkan beberapa orang pengawalnya untuk mengundang pemuda itu ke istana. Sesampainya di istana, sang Raja menatap pemuda itu dengan penuh perhatian. Pada saat itu tiba-tiba hati sang Raja bergetar. Dalam hatinya terbersit perasaan tali kasih terhadap pemuda itu. Demikian pula sebaliknya, Lamadukelleng pun merasakan hal yang sama saat berada di depan Raja. Walau demikian, Lamadukelleng berusaha menepis perasaan itu, karena ia harus berkonsentrasi untuk mengobati Raja.
Setelah air minum tersedia, Lamadukelleng pun mencelupkan permata dan ujung kerisnya ke dalam air itu. Kemudian meminta kepada pelayan istana agar segera meminumkan air itu kepada Raja. Sang Raja pun merasakan minuman itu sangat nikmat dan langsung menjalar ke seluruh tubuhnya. Ajaibnya, sesaat kemudian sang Raja mampu menggerakkan tubuhnya yang lumpuh dengan pelan-pelan. Tak lama berselang, sang Raja pulih seperti sedia kala. Alangkah suka-citanya hati sang Raja. Ia tidak lupa berterima kasih kepada pemuda itu.
Kalau boleh aku tahu, dari manakah asal usulmu? Dan Siapa kedua orangtuamu?” tanya sang Raja. Mendengar pertanyaan itu, Lamadukelleng hanya terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa, sebab ia sendiri sedang mencari kedua orangtuanya.
“Ampun, Baginda! Hamba juga tidak tahu dari mana asal usul hamba. Tapi, menurut Kakek dan Nenek yang telah merawat hamba, hamba ditemukan terhanyut di Sungai Jeneberang saat hamba masih bayi. Kakek hanya berpesan supaya hamba menyusuri Sungai Jeneberang hingga ke atas gunung agar dapat menemukan orangtua hamba yang sebenarnya,” cerita Lamadukelleng.
Saat malam menjelang, sang Raja duduk termenung seorang diri di serambi istana. Ia membayangkan kisah puluhan tahun yang lalu, ketika istrinya melahirkan seekor kucing. Dalam lamunannya, tiba-tiba sang Raja merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, Sang Raja pun teringat kepada kakak istrinya yang membantu persalinan istrinya. Ia pun segera memanggil kakak istrinya dan suaminya untuk segera menghadap. Sang Kakak dan suaminya pun terkejut mendengar panggilan Raja. Baru kali ini sang Raja memanggil mereka untuk menghadap. Mereka pun mulai ketakutan. Sesampainya di depan Raja, sepasang suami-istri itu pun langsung memberi hormat kepada Raja. Sang Raja pun menatap sang Kakak dengan pandangan yang tajam dan penuh wibawa. “Seingatku, kamulah yang menjaga istriku saat melahirkan. Benarkah begitu?” tanya Raja kepada sang Kakak. “Be... benar, Baginda!” jawab sang Kakak dengan gugup. “Kalau begitu, aku mau bertanya kepadamu. Benarkah istriku melahirkan seekor kucing? Ayo, jawablah dengan jujur!” bentak sang Raja. Mendengar bentakan Raja, sang Kakak bersama suaminya pun langsung bersujud di hadapan Raja. “Ampuni hamba, Baginda! Hamba dan suami hamba telah bersalah. Kami telah menukar putra Baginda dengan seekor kucing. Ampuni kami, Baginda! Tolong jangan hukum kami!” pinta sang Kakak.
Mendengar jawaban itu, sang Raja bagai disambar petir. Ia benar-benar tidak menyangka jika sang Kakak bersama suaminya telah tega melakukan hal itu. Sang Raja pun tiba-tiba teringat kepada istrinya di penjara selama berpuluh-puluh tahun. Ia benar-benar merasakan kepedihan yang luar biasa, karena telah menghukum istrinya yang tidak bersalah. Dengan wajah merah padam, ia pun memalingkan wajahnya ke arah sang Kakak dan suaminya.“Lalu, kamu apakan putraku waktu itu?” tanya sang Raja lebih lanjut.
“Ampun, Baginda! Hamba menghanyutkannya ke Sungai Jeneberang,” jawab sang Kakak
Mendengar jawaban itu, tubuh sang Raja tiba-tiba bergetar. Saat itu pula, ia langsung teringat kepada pemuda yang telah mengobatinya. Maka muncullah dugaan dalam hatinya bahwa pemuda itu adalah putranya.
Sang Raja pun segera memerintahkan pengawal istana untuk membebaskan istrinya dan memanggil Lamadukelleng untuk menghadap. Ketika sang Raja bersama istri dan putranya berkumpul, sang Raja pun menceritakan kisahnya di masa lalu kepada istri dan putranya bahwa bayi yang dilahirkan istrinya dibuang ke Sungai Jeneberang oleh kakak iparnya.
Mendengar kisah Raja yang persis sama dengan kisah yang dialaminya, tanpa ragu lagi Lamadukelleng langsung memeluk Raja yang merupakan ayah kandungnya sendiri. Sang Ayah pun membalas pelukan putranya dengan pelukan erat.
Istri Raja hanya mampu membisu memandangi suami dan anaknya yang sedang berpelukan dengan penuh rasa haru. Beberapa saat kemudian, sang Raja pun segera merangkul istrinya. Mereka pun saling berpelukan menumpahkan kerinduan masing-masing. Suasana haru itu berlangsung cukup lama.
Usai melepaskan kerinduan, Sang Raja pun segera berpaling ke arah kakak iparnya dan suaminya.
“Kalianlah yang telah menyebabkan kami menderita seperti ini. Kalian harus mendapat hukuman yang setimpal. Pengawal! Bawa mereka ke penjara bawah tanah!” titah sang Raja.
Seminggu kemudian, Lamadukelleng pun dinobatkan menjadi Raja menggantikan ayahnya yang sudah tua. Lamadukelleng memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana. Semua titahnya senantiasa ditaati oleh rakyatnya. Negerinya pun aman, makmur, dan sejahtera.
~TAMAT~
Amanat yang terkandung dalam cerita rakyat di atas adalah:
Pada suatu hari, berita tentang kesaktian Lamadukelleng itu pun sampai ke telinga Raja yang tinggal di wilayah pegunungan. Rupanya Raja itu tidak lain adalah ayah kandung Lamadukelleng. Ia sudah bertahun-tahun menderita penyakit lumpuh lantaran mengetahui istrinya melahirkan seekor kucing. Ia tidak bisa bangkit lagi dari tempat tidurnya.
Mendengar kabar tentang kehebatan seorang pemuda yang bernama Lamadukelleng, Raja pun memerintahkan beberapa orang pengawalnya untuk mengundang pemuda itu ke istana. Sesampainya di istana, sang Raja menatap pemuda itu dengan penuh perhatian. Pada saat itu tiba-tiba hati sang Raja bergetar. Dalam hatinya terbersit perasaan tali kasih terhadap pemuda itu. Demikian pula sebaliknya, Lamadukelleng pun merasakan hal yang sama saat berada di depan Raja. Walau demikian, Lamadukelleng berusaha menepis perasaan itu, karena ia harus berkonsentrasi untuk mengobati Raja.
Setelah air minum tersedia, Lamadukelleng pun mencelupkan permata dan ujung kerisnya ke dalam air itu. Kemudian meminta kepada pelayan istana agar segera meminumkan air itu kepada Raja. Sang Raja pun merasakan minuman itu sangat nikmat dan langsung menjalar ke seluruh tubuhnya. Ajaibnya, sesaat kemudian sang Raja mampu menggerakkan tubuhnya yang lumpuh dengan pelan-pelan. Tak lama berselang, sang Raja pulih seperti sedia kala. Alangkah suka-citanya hati sang Raja. Ia tidak lupa berterima kasih kepada pemuda itu.
Kalau boleh aku tahu, dari manakah asal usulmu? Dan Siapa kedua orangtuamu?” tanya sang Raja. Mendengar pertanyaan itu, Lamadukelleng hanya terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa, sebab ia sendiri sedang mencari kedua orangtuanya.
“Ampun, Baginda! Hamba juga tidak tahu dari mana asal usul hamba. Tapi, menurut Kakek dan Nenek yang telah merawat hamba, hamba ditemukan terhanyut di Sungai Jeneberang saat hamba masih bayi. Kakek hanya berpesan supaya hamba menyusuri Sungai Jeneberang hingga ke atas gunung agar dapat menemukan orangtua hamba yang sebenarnya,” cerita Lamadukelleng.
Saat malam menjelang, sang Raja duduk termenung seorang diri di serambi istana. Ia membayangkan kisah puluhan tahun yang lalu, ketika istrinya melahirkan seekor kucing. Dalam lamunannya, tiba-tiba sang Raja merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, Sang Raja pun teringat kepada kakak istrinya yang membantu persalinan istrinya. Ia pun segera memanggil kakak istrinya dan suaminya untuk segera menghadap. Sang Kakak dan suaminya pun terkejut mendengar panggilan Raja. Baru kali ini sang Raja memanggil mereka untuk menghadap. Mereka pun mulai ketakutan. Sesampainya di depan Raja, sepasang suami-istri itu pun langsung memberi hormat kepada Raja. Sang Raja pun menatap sang Kakak dengan pandangan yang tajam dan penuh wibawa. “Seingatku, kamulah yang menjaga istriku saat melahirkan. Benarkah begitu?” tanya Raja kepada sang Kakak. “Be... benar, Baginda!” jawab sang Kakak dengan gugup. “Kalau begitu, aku mau bertanya kepadamu. Benarkah istriku melahirkan seekor kucing? Ayo, jawablah dengan jujur!” bentak sang Raja. Mendengar bentakan Raja, sang Kakak bersama suaminya pun langsung bersujud di hadapan Raja. “Ampuni hamba, Baginda! Hamba dan suami hamba telah bersalah. Kami telah menukar putra Baginda dengan seekor kucing. Ampuni kami, Baginda! Tolong jangan hukum kami!” pinta sang Kakak.
Mendengar jawaban itu, sang Raja bagai disambar petir. Ia benar-benar tidak menyangka jika sang Kakak bersama suaminya telah tega melakukan hal itu. Sang Raja pun tiba-tiba teringat kepada istrinya di penjara selama berpuluh-puluh tahun. Ia benar-benar merasakan kepedihan yang luar biasa, karena telah menghukum istrinya yang tidak bersalah. Dengan wajah merah padam, ia pun memalingkan wajahnya ke arah sang Kakak dan suaminya.“Lalu, kamu apakan putraku waktu itu?” tanya sang Raja lebih lanjut.
“Ampun, Baginda! Hamba menghanyutkannya ke Sungai Jeneberang,” jawab sang Kakak
Mendengar jawaban itu, tubuh sang Raja tiba-tiba bergetar. Saat itu pula, ia langsung teringat kepada pemuda yang telah mengobatinya. Maka muncullah dugaan dalam hatinya bahwa pemuda itu adalah putranya.
Sang Raja pun segera memerintahkan pengawal istana untuk membebaskan istrinya dan memanggil Lamadukelleng untuk menghadap. Ketika sang Raja bersama istri dan putranya berkumpul, sang Raja pun menceritakan kisahnya di masa lalu kepada istri dan putranya bahwa bayi yang dilahirkan istrinya dibuang ke Sungai Jeneberang oleh kakak iparnya.
Mendengar kisah Raja yang persis sama dengan kisah yang dialaminya, tanpa ragu lagi Lamadukelleng langsung memeluk Raja yang merupakan ayah kandungnya sendiri. Sang Ayah pun membalas pelukan putranya dengan pelukan erat.
Istri Raja hanya mampu membisu memandangi suami dan anaknya yang sedang berpelukan dengan penuh rasa haru. Beberapa saat kemudian, sang Raja pun segera merangkul istrinya. Mereka pun saling berpelukan menumpahkan kerinduan masing-masing. Suasana haru itu berlangsung cukup lama.
Usai melepaskan kerinduan, Sang Raja pun segera berpaling ke arah kakak iparnya dan suaminya.
“Kalianlah yang telah menyebabkan kami menderita seperti ini. Kalian harus mendapat hukuman yang setimpal. Pengawal! Bawa mereka ke penjara bawah tanah!” titah sang Raja.
Seminggu kemudian, Lamadukelleng pun dinobatkan menjadi Raja menggantikan ayahnya yang sudah tua. Lamadukelleng memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana. Semua titahnya senantiasa ditaati oleh rakyatnya. Negerinya pun aman, makmur, dan sejahtera.
~TAMAT~
Amanat yang terkandung dalam cerita rakyat di atas adalah:
Pertama, keutamaan sifat suka menolong. Sifat ini tercermin pada sikap dan
perilaku Lamadukelleng yang suka menolong orang-orang yang sakit dengan
perantraan keris dan
permata pusakanya. Dengan demikian, ia pun menjadi terkenal dan dapat berkumpul kembali dengan kedua orangtuanya. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
wahai ananda mustika ayah
tulus dan ikhlas jangan berubah
berkorban jangan mengharap upah
supaya hidupmu membawa faedah
Kedua, akibat buruk dari sifat iri hati. Sifat ini tercermin pada sikap dan perilaku sang Kakak yang telah membuang putra Raja ke Sungai Jeneberang karena iri hati kepada adiknya yang bersuamikan Raja. Akibatnya, ia dan suaminya harus menghabiskan masa tuanya di penjara bawah tanah. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
kalau suka dengki mendengki,
orang muak Tuhan benci
permata pusakanya. Dengan demikian, ia pun menjadi terkenal dan dapat berkumpul kembali dengan kedua orangtuanya. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
wahai ananda mustika ayah
tulus dan ikhlas jangan berubah
berkorban jangan mengharap upah
supaya hidupmu membawa faedah
Kedua, akibat buruk dari sifat iri hati. Sifat ini tercermin pada sikap dan perilaku sang Kakak yang telah membuang putra Raja ke Sungai Jeneberang karena iri hati kepada adiknya yang bersuamikan Raja. Akibatnya, ia dan suaminya harus menghabiskan masa tuanya di penjara bawah tanah. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
kalau suka dengki mendengki,
orang muak Tuhan benci
Komentar
Posting Komentar